Bagikan:

JAKARTA - Kemunculan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bawa warna baru. Ia memang tak punya latar belakang berkecimpung di dunia pendidikan. Namun, Nadiem coba memajukan sistem pendidikan nasional.

Ia menggelorakan kebijakan baru. Kadang kala kontroversial. Ia pernah menghapus ujian nasional (UN) dari agenda anak sekolah. Ia juga jadi sosok yang berani menghapus penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di anak SMA. Suatu hal yang dianggap cari sensasi.

Citra Nadiem sebagai pendiri perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis daring, Gojek tak bisa dianggap remeh. Aplikasi buatannya pun kesohor di seantero negeri. Nadiem pun berada dalam jajaran pengusaha muda sukses Indonesia.

Belakangan namanya pun diprediksi masuk dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang baru. Mulanya Nadiem diisukan jadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Namun, takdir berkata lain. Nadiem justru dipercaya jadi Mendikbud (kemudian jadi: Mendikbudristek pada 2021) sedari 2019.

Keputusan Jokowi mengundang kritik. Nadiem dianggap tak punya pengalaman dalam mengembangkan dunia pendidikan Indonesia. Tiada latar belakangnya sebagai pendidik seperti menteri terdahulu. Nadiem pun tak mau dianggap remeh.

Ilustrasi - Saat Nadiem Makarim menjabat Mendikbudristek muncul rencana penghapusan penjurusan di SMA. (Unsplash/Ed Us)

Ia mulai mencoba melakukan gebrakan baru dalam dunia pendidikan. Ia mulanya mendorong UN dihapuskan sedari 2019. Nadiem melihat hadirnya UN justru membawa mudarat ketimbang manfaat. Ia menganggap UN hanya membuat siswa jadi menghafal.

Belum lagi UN bisa memicu timbulnya stres pada siswa. UN pun tak mampu mengukur kemampuan kognitif siswa. Nadiem akan mengganti UN jadi Penilaian Kompetensi Minimum, diukur melalui asesmen literasi dan numerasi.

Keputusan Nadiem mendapatkan kritik dari banyak pihak. Jusuf Kalla sampai angkat bicara. Wakil Presiden Indonesia itu menganggap keputusan Nadiem yang akan menghapus UN pada 2021 dianggap membuat mental siswa jadi lembek. Namun, Nadiem terus saja melanjutkan agendanya menghapuskan UN.

"Udah nggak ada Ujian Nasional semuanya senang. Ujian Nasional itu luar biasa diskriminatifnya karena yang mampu bimbel kalau dengan Ujian Nasional yang hubungannya dengan subjek, itu ya yang anak-anak atau keluarga yang mampu ya bisa bimbel, ya kan.“

“Dan yang nggak mampu, ya nggak bisa. Berarti mereka dapat angka rendah gitu. Jadi kita udah ubah. Kemampuan memproses dan menganalisis sesuatu dan kemampuan memproses informasi dengan daya literasi yang tinggi," ujar Nadiem sebagaimana dikutip laman detik.com, 15 Juli 2021.

Hapus Penjurusan

Nyali Nadiem tak hanya berhenti kala menghapus UN saja. Ia terus melakukan kebijakan lainnya yang dianggap dapat membawa perubahan dalam sistem pendidikan Indonesia. Sekolah dianggapnya harus mampu menumbuhkan minat dan bakat peserta didik.

Nadiem pun bertindak menggoyang kebijakan pendidikan nasional lainnya. Ia menargetkan akan menghapus penjurusan anak sekolah SMA. Tiada lagi anak SMA yang masuk kelas IPA, IPS, atau Bahasa.

Keputusan penghapusan penjurusan itu diambil pada akhir masa jabatannya sebagai Mendikbudristek. Atau penghapusan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa mulai dilakukan pada tahun ajaran 2024-2025. Penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa dilakukan sebagai bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka.

Suatu kurikulum ala Nadiem yang mengedepan minat dan bakat anak sekolah. Penghapusan itu bertujuan supaya memberikan fleksibilitas kepada siswa dalam memilih mata pelajaran yang disukainya – sesuai minat dan rencana studi perkuliahan.

Ambil contoh mereka yang berencana mengambil program teknik. Siswa yang memilih teknik sudah tentu memilih matematika tingkat lanjut. Jadi mata pelajaran yang tak berhubungan dengan program studi ke depan tak perlu diambil. begitu juga dengan program studi lainnya.

Nadiem juga menganggap langkahnya menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa sebagai bentuk perlawanan terhadap diskriminasi kelas nonIPA. Diskriminasi itu sering terlihat kala seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Banyak di antara jebolaan jurusan IPS-Bahasa kesulitan masuk perguruan tinggi negeri. Belum lagi urusan stigma jebolan IPS-Bahasa sebagai siswa kurang cerdas.

Keberanian Nadiem menghapus penjurusan SMA tak luput dari kritik. Penghapusan yang dilakukan Nadiem dianggap tanpa melakukan kajian yang jelas. Tujuan dan targetnya juga diragukan. Nadiem dianggap hanya mencari sensasi pada akhir masa jabatannya.

"Pada kelas 11 dan 12 SMA, murid yang sekolahnya menggunakan Kurikulum Merdeka dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan dan aspirasi studi lanjut atau karirnya. Kami telah menghapus penjurusan dan memberikan keleluasaan bagi peserta didik untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan rencana kariernya.”

“Dengan menghapus penjurusan di SMA, Kurikulum Merdeka mendorong murid untuk melakukan eksplorasi dan refleksi minat, bakat dan aspirasi karir, dan kemudian memberi kesempatan untuk mengambil mata pelajaran pilihan secara lebih fleksibel sesuai rencana tersebut," ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo sebagaimana dikutip laman detik.com, 18 Juli 2024.